Minggu, 23 Mei 2010

LAPORAN WARTAWAN TRIBUN LAMPUNG, REZA GUNADHA


LAYAKNYA seorang tokoh komik, Erlinda Apriyanti (24), memakai tanktop berwarna biru yang dibalut sweeter kuning. Ia juga memakai stocking hitam dikedua kakinya, berpadu manis dengan rok mini berwarna hijau muda. Dia menyebutnya, gaya berbusana Harajuku.

"Saya mengambil gaya berpakaian Zhiey (Luzziey Angela), tokoh perempuan dikomik bleach," ujar perempuan yang akrab dipanggil Zhiey ini, saat ditemui Tribun Lampung di Taman Budaya, Bandar Lampung, Minggu (26/4).

Tak peduli panas matahari tengah menyengat, Zhiey mengenakan sweeter tebal dan jubah berbulu seperti saat musim dingin menyambangi Jepang. Gaya berbusana asal negeri matahari terbit ini memang tengah digandrungi anak muda di Bandar Lampung. Mulai dari anak-anak sekolah, mahasiswa, hingga yang sudah bekerja seperti Zhiey.

Menurut Zhiey, harajuku mempunyai keunikan tersendiri. Tidak ada batasan secara gender ketika memakai busana harajuku. Seperti di negeri asalnya, busana harajuku memang tak mengenal batasan sex stereotype. "Seperti di Jepang atau dalam komik-komiknya, pakaian perempuan dan laki-laki mempunyai kesamaan motif dan gaya. Di sana letak keunikannya," ujarnya.

Zhiey mengaku mulai tertarik dengan busana harajuku saat memulai karirnya sebagai announcer (penyiar) di sebuah stasiun radio swasta di Bandar Lampung, tahun 2005 silam. Saat itu ia bersama kedua temannya mengasuh acara musik mandarin, Korea, dan Jepang.

"Jadi, saat itu saya diharuskan belajar tentang musik-musik tersebut, terutama Jepang. Dari musik, akhirnya kami juga tertarik dengan gaya berpakaian mereka," ujar gadis lulusan S1 Sastra Jepang salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Bandar Lampung ini.

Namun menurutnya, saat itu belum banyak anak muda yang tertarik berbusana harajuku. Selain karena gaya retro masih berada di puncak tangga trend, juga ketidakberanian pencinta harajuku memakai busana harajuku di tempat umum. "Paling beraninya cuma memakai pakaian harajuku di tempat kerja atau ketika ada pesta saja," ujarnya.

Nasib gaya busana harajuku mulai mengalami arus balik pada awal tahun 2009. Artis-artis ibukota mulai menjabah busana harajuku, saat itulah busana harajuku mulai menyebar seperti virus ke anak-anak muda, termasuk di Bandar Lampung.

"Saya berterima kasih kepada Agnes Monica dan Maia Ahmad, karena mereka berandil besar dalam menyebarkan demam harajuku hingga ke sini," kata senpai (guru) di komunitas pecinta harajuku, Renggo Sekkai ini.

Gaya berbusana harajuku baginya merupakan salah satu bentuk ekspresi kebebasan anak muda. Kebebasan khas kaum muda, yang tidak mau terkungkung oleh budaya puritan warisan era sebelumnya.

"Dulu, tahun 2005 hingga 2007, anak-anak muda di sini masih banyak yang takut tampil dengan busana harajuku. Takut dikira anak nakal. Tapi sekarang, sepertinya masyarakat di sini sudah dapat menerima gaya harajuku," ujarnya, dengan mata menerawang.

Selain sebagai ekspresi kebebasan, Zhiey juga mengatakan bahwa gaya harajuku turut memperlihatkan bentuk kreatifitas anak muda. "Kami sering membuat sendiri busana harajuku untuk dipakai. Dengan mengambil contoh-contoh dari komik asal jepang yang ada. Jadi kami anak-anak kreatif kan," ujarnya, disusul dengan derai tawa yang deras.

Meski begitu, Zhiey juga mengakui, tidak semua koleksi busana harajuku miliknya merupakan hasil buatannya sendiri. "Di Bandar Lampung sudah banyak outlet, butik, atau distro yang menyediakan busana harajuku. Harganya pun relatif murah dan terjangkau oleh anak-anak muda," ujarnya.

Biasanya, ia menghabiskan Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu dari koceknya untuk berbelanja bahan atau pakaian jadi yang bergaya harajuku. Ketika ditanya bagaimana pangan orangtuanya terhadap busana harajuku yang sering dipakainya, ia mengatakan, "Mereka sangat mendukung. Sepanjang masih memegang norma kesopanan dan tahu batasannya," katanya (*)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar